Rabu, 18 Maret 2015
Ketahanan Pangan dan Kearifan Lokal Lombok Utara
1. Konsep Teori
Ketahanan pangan adalah ketersediaan pangan dan kemampuan seseorang untuk mengaksesnya. Masyarakat yang memiliki ketahanan pangan jika tidak berada dalam kondisi lapar atau dihantui dengan ancaman kelaparan (FAO Agricultural, 2006).
Ada beberapa pilar ketahanan pangan menurut FAO (1997) yaitu :
1. Stabilitas
Stabiitas pangan mengacu pada kemampuan suatu individu dalam mendapatkan bahan pangan sepanjang waktu tertentu.
2. Ketersediaan
Ketersediaan pangan berhubungan dengan suplai pangan melalui produksi, distribusi, dan pertukaran.
3. Akses
Akses terhadap bahan pangan mengacu kepada kemampuan membeli dan besarnya alokasi bahan pangan, juga faktor selera pada suatu individu dan rumah tangga.
4. Pemanfaatan
Ketika bahan pangan sudah didapatkan, maka berbagai faktor mempengaruhi jumlah dan kualitas pangan yang dijangkau oleh anggota keluarga. Bahan pangan yang dimakan harus aman dan memenuhi kebutuhan fisiologis suatu individu.
Kearifan lokal adalah gagasan-gagasan setempat (local) yang bersifat bijaksana, penuh kearifan, bernilai baik, yang tertanam dan diikuti oleh anggota masyarakatnya.
Sementara Moendardjito (1996) mengatakan bahwa unsur budaya daerah potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk bertahan sampai sekarang. Ciri-cirinya adalah:
- Mampu bertahan terhadap budaya luar
- Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar
- Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke dalam budaya asli
- Mempunyai kemampuan mengendalikan
- Mampu memberi arah path perkembangan budaya
2. Isi Artikel
Dalam setahun masyarakat adat di Dusun Desa Beleq Desa Gumantar Kecamatan Kayangan Lombok Utara kadang tidak membeli beras. Cadangan padi mereka yang disimpan di dalam sambik, atau disebut juga lumbung mampu menyediakan kebutuhan pangan dalam satu tahun (Fathul, 2014).
Satu keluarga memiliki satu sambik. Sambik dengan ukuran panjang, lebar, dan tinggi 2 meter itu mampu menyimpan bahan makanan pokok untuk satu keluarga kecil, terdiri dari bapak, ibu, dan dua orang anak. Keluarga yang memiliki lebih banyak anggota keluarga biasanya memiliki ukuran sambik lebih besar. Selain itu, makin bagus tingkat ekonomi kelurga, makin besar pula sambik mereka. Itulah sebabnya tempat penyimpanan padi itu kadang menjadi tanda status sosial di masyarakat(Fathul, 2014).
Sambik itu diisi pada musim panen pertama. Padi dengan kualitas terbaik diikat, lalu dimasukkan ke dalam sambik. Dalam tradisi masyarakat adat di KLU, menaruh padi di dalam sambik itu perlu ritual khusus. Sambik dianggap sebagai tempat sakral, untuk mengambil cadangan beras di dalamnya pun harus dalam keadaan suci. Ini sekaligus sebagai penghormatan terhadap tempat penyimpangan cadangan pangan(Fathul, 2014).
Sementara padi hasil panen lainnya disimpan di dalam rumah. Di dalam rumah tradisional warga adat Gumantar maupun desa-desa tradisional lainnya, mereka memiliki tempat penyimpanan gabah khusus. Untuk konsumsi sehari-hari, beras yang sudah digiling atau gabah yang sudah dirontokkan itulah yang dipakai. Sementara padi di dalam sambik biasanya dipakai sebagai cadangan saat musim kemarau(Fathul, 2014).
Padi dalam sambik itu kadang juga masih aman hingga musim panen berikutnya. Selama musim kemarau, warga menanam jagung, singkong, ubi jalar. Mereka biasa mencampur jagung dengan nasi. Sehingga beras yang dikonsumsi berkurang. Sarapan pagi terbiasa memakan ubi jalar atau singkong(Fathul, 2014).
Di tengah gempuran modernitas, sambik di beberapa perkampungan tradisional KLU masih bertahan. Selain di Gumantar, sambik masih dijumpai di perkampungan tradisional Akar-Akar, Segenter, Semokan, Bayan Beleq, Loloan, Senaru. Semuanya ada di Kecamatan Bayan(Fathul, 2014).
Sambik juga masih dipertahankan masyarakat lantaran tuntutan adat. Sekali setahun, masyarakat adat ini menggelar ritual Maulid Adat. Dalam acara pesta maulid itu, tentu dibutuhkan beraneka ragam bahan makanan. Seluruh warga adat harus mengumpulkan bahan makanan itu. Salah satunya adalah padi bulu. Padi lokal ini memiliki bulir lebih besar, tinggi pohonnya lebih besar dan hanya bisa panen sekali setahun(Fathul, 2014).
Padi bulu ini harus dibawa dalam ritual adat itu. Itulah sebabnya, warga yang masih kuat memegang tradisi masih menanam padi bulu di lahan mereka. Padi bulu itulah yang kemudian disimpan di dalam sambik itu. Saat kehabisan beras di dapur, mereka bisa mengambil cadangan di sambik. Tidak pernah dihabiskan, karena dalam acara Maulid Adat mereka harus membawa padi bulu(Fathul, 2014).
Tradisi menanam padi bulu, menyimpan padi di dalam sambik itu sudah mengakar di dalam tradisi masyarakat adat di KLU. Setiap pembangunan rumah baru, harus disertai dengan pembangunan sambik. Sama halnya seperti bangunan berugak, keberadaan sambik itu melengkapi rumah masyarakat adat di KLU. Di bawah sambik itu biasanya disimpan rantok atau lesung untuk menumbuk padi. Pada saat Maulid Adat dan acara adat lainnya, beras yang diambil dari padi bulu dihaluskan menjadi beras dengan lesung. Tidak boleh menggunakan mesin giling modern(Fathul, 2014).
Melihat potensi sambik sebagai salah satu sistem ketahanan pangan lokal, Badan Ketahanan Pangan (BKP) NTB mendukung program revitalisasi lumbung pangan. Jika awalnya sambik atau lumbung padi itu berupa bangunan tradisional dari bambu, maka di dalam program BKP dibuatkan lumbung modern dengan bangunan permanen. Sistem mengatur isi lumbung dan pemanfaatannya pun sama dengan sistem di sambik dan lumbung tradisional. Saat musim panen, warga menyimpan pangan di dalam lumbung modern yang lebih menyerupai gudang itu. Saat membutuhkan pangan, barulah warga bisa mengeluarkan. Dengan cara seperti ini, warga tidak perlu lagi khawatir seandainya pada tahun itu terjadi gagal panen padi. Masih ada cadangan di dalam lumbung(Fathul, 2014).
3. Kesimpulan :
• Masyarakat Lombok Utara memiliki kebudayaan sambik yaitu kebiasaan masyarakat lokal untuk menyimpan hasil panen dalam suatu ruangan dalam kurun waktu 1 tahun
• Status sosial dipengaruhi oleh besar kecilnya sambik yang dibuat. Karena jika semakin bagus ekonomi seseorang tersebut maka semakin besar pula sambik yang dibuat
• Ketahanan pangan masyarakat disana sangatlah bagus karena padi disimpan pada saat musim kemarau dan biasanya pada musim kemarau masyarakat menanam jagung, singkong, dan ubi jalar.
• Jika padi yang ada didalam dapur telah habis maka masyarakat lokal tidak perlu pusing mencari padi tinggal ambil dalam sambik. Dalam sambik pun padi harus disisakan soalnya untuk acara maulid nabi.
Daftar Pustaka
FAO 1997. The food system and factors affecting household food security and nutrition. Agriculture, food and nutrition for Africa: a resource book for teachers of agriculture. Rome: Agriculture and Consumer Protection Department.
FAO Agricultural and Development Economics Division. 2006. Jurnal Food Security
Fathul. 2014. Belajar Ketahanan Pangan dari kearifan Lokal Lombok Utara. http://bkp.ntbprov.go.id/berita-182-belajar-ketahanan-pangan-dari-kearifan-lokal-lombok-utara.html diakses tanggal 30 April 2014.
Moendardjito. 1996. A Journal of Indonesian Human Ecology. Diterbitkan oleh: Forum Penelitian dan Pengembangan Antropologi Ekologi, Program Studi Antropologi, Program Pascasarjana Universitas Indonesia.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar